Kamis, 02 Juni 2011

Pengertian Harta

HARTA
A.    Pengertian
Harta dalam bahasa arab disebut,al mal yang berasal dari kata mala-yamilu-maelan yang berarti condong,cenderung, dan miring.
Menurut para ulama pengertian harta milik ialah suatu yang dapat dikuasai atau dimiliki dan dapat dimanfaatkan sesuai syari’ah dalam kondisi normal
Dalam hal konsep harta dalam pandangan syari’at harus memiliki tiga unsur;
  1. Dapat dimiliki atau di kuasai. Batasan yang diberikan Islam sangat jelas tentang kepemilikan dan penguasaan terhadap harta. Islam telah mengajarkan agar manusia dalam berusaha dan bekerja mencari harta harus sesuai dengan syari’at atau dengan cara yang halal, karena harta yang diperoleh dari cara yang haram sesungguhnya harta tersebut adalah bukan miliknya dan tidak bisa dimilikinya. Islam juga telah mengajarkan agar manusia itu berusaha atau .
  2. Dapat dimanfaatkan. Bahwa harta yang dimiliki itu dapat dimanfaatkan, terkadang manusia cenderung membeli suatu benda yang itu sedikit pun tidak bermanfaat dan menjadi mubadzir. Sifat mubadzir ini sangat dibenci oleh ajaran Islam, artinya harta itu akan terdefinisi (hak kepemilikan) dalam pandangan Islam apabila harta atau kekayaan tersebut tidak berubah fungsi menjadi mubadzir.
  3. Dalam memanfaatkannya harus sesuai dengan syari’at. Syari’at Islam tidak saja menetapkan di saat mencari harta harus menghindarkan dari hal yang melanggar syari’at tetapi dalam hal memanfaatkannya pun harus sesuai dengan ketentuan syari’at. Berarti syarat harta itu menjadi milik seseorang adalah apabila digunakan untuk hal-hal yang dibenarkan oleh syari’at, dan apabila dimanfaatkan untuk kepentingan yang bertentangan syari’at maka harta tersebut menyebabkan siksa di akhirat.
Disimpulkan kepemilikan terhadap harta dalam pandangan Islam adalah mulai dari cara mencari harta, jenis harta yang dimiliki (harus dapat dimanfaatkan) dan pemanfaatannya harus sesuai dengan koridor syari’at Islam dan apabila bertentangan dengan syarat tersebut sesungguhnya harta itu tidak dapat didefinisikan sebagai miliknya.

Sedangkan harta (al mal) menurut istilah imam Hanafiyah ialah
“Sesuatu yang digandrungi tabiat manusia dan dimungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.
B.     Harta Menurut Ulama kelasic dan Kontemporer
Menurut hanafiyah, harta mesti dapat disimpan sehingga sesuatu dapat disimpan tidak disebut harta. Menurut hanafiyah, manfaat tidak termasuk harta, tetapi manfaat termasuk milik, hanifah membedakan harta dengan milik, yaitu:Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri penggunaannya oleh orang lain.
Harta adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan apabila dibutuhkan. Dalam penggunaannya, harta bisa dicampuri oleh orang lain. Jadi menurut Hanafi yang dimaksud harta hanyalah sesuatu yang berwujud.
Menurut sebagian ulama, yang dimaksud dengan harta ialah
“sesuatu yang diinginkan manusia berdasarkan tabeatnya, baik manusia itu akan memberikannya atau menyimpannya,”
Sementara menurut T.M. Hasbi Ash-Shidikhy, yang dimaksud dengan harta ialah:
1.      Nama selain manusia yang diciptakan Allah untuk mencukupi kebutuhan hidup manusia dapat dipelihara pada suatu tempat, dan dikelola dengan jalan ikhtiar.
2.      Sesuatu yang dapat dimiliki oleh setiap manusia, baik oleh seluruh manusia maupun oleh sebagiam manusia.
3.      Sesuatu yang sah untuk diperjualbelikan.
4.      Sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai (harga) seperti sebiji beras dapat dimiliki oleh manusia, dapat diambil kegunaannya dan dapat disimpan, tetapi sebiji beras menurut ‘urf tidak bernilai (berharga) maka sebiji beras tidak termasuk harta.
5.      Sesuatu yang berwujud, sesuatu yang tidak berwujud meskipun dapat diambil manfaatnya tidak termasuk harta, misalnya manfaat karena manfaat tidak berwujud sehingga bukan harta.
6.      Sesuatu yang dapat disimpan dalam waktu yang lama atau sebentar dan dapat diambil manfaatnya ketika dibutuhkan.
Dengan dikemukakannya definisi di atas, kiranya dapat dipahami bahwa para ulama masih berbeda pendapat dalam menentukan definisi harta sehingga terjadi perselisihan pendaat para ulama dalam pembagian harta karena berbeda dalam pendefinisia harta tersebut. Namun, di sisni dapa diperhatikan bahwa penekanan para ulama dalam mendefinisikan harta itu antara lain sebagai berikut:
Hasbi Ash-Shiddieqy menyebutkan bahwa harta adalah nama bagi selain manusia, dapat dikelola, dapat dimiliki, dapat diperjualbelikan dan berharga, konsekuensinya logis perumusan ini ialah:
1.      Manusia bukanlah harta meskipun berwujud
2.      Babi bukanlah harta karena babi bagi muslim haram diperjualbelikan.
3.      Sebiji beras bukanlah harta karena sebiji beras tidak memiliki nilai menurut ‘urf
Hanafiyah menyatakan bahwa harta adalah sesuatu yang berwujud dan dapat disimpan sehinggga sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat dismpan tidak termasuk harta, seperti hak dan manfaat.   
B. Unsur-unsur Harta
Menurut para Fuqoha harta bersendi atas dua unsure, yaitu unsure ‘aniyah dan unsure ‘urf. Unsur ‘aniyah ialah bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan). Manfaat sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik atau hak.
Unsure ‘urf adalah segala sesuatu yang dipandang harta oelh seluruh manusia atau sebagian manusia, tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik manfaat madiyah maupun manfaa ma’nawiyah.

C. KEDUDUKAN HARTA
Dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa harta merupakan perhiasan hidup, firman Allah menyatakan
46.  Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Al-Kahfi ayat 14)
Berdasarkan  ayat tersebut dijelaskan bahwa manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan, jadi kebutuhan manusia terhadap harta merupakan kebutuhan yang mendasar. Dala surat Al-Dhuha ayat 8 
Dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu dia memberikan kecukupan.
Disamping sebagai perhiasan, harta juga berkedudukan sebagai amanat (fitnah), sebagaimana Allah menyatakan:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Karena harta sebagai titpan, manusia tidak memiliki harta secara mutlak sehingga dalam pandangan tentang harta terdapat hak-hak orang lain seperti zakat harta dan yang lainnya. Kedudukan harta selanjutnya adalah sebagai musuh, sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Al-Taghobun : 14
Hai orang-orang mukmin, Sesungguhnya di antara Isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu,Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.                                                               

Pada nayat tersebut tidak dijelaskan bahwa harta berkedudukan sebagai musuh. Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa diantara istri-istri dan anak-anak ada yang menjadi musuh, pada surat at-taghabun :15 dijelaskan bahwa antara harta dan anak disambung dengan wawu athf, dengan prinsip dalalat al-iqtiran dalam ushul fiqih, bahwa yang dijelaskan dengan wawu athf kedudukannya hukumnya sama, seperti kewajiban umrah disamakan dengan ibadah haji.
                        
Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehandaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
 “ Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami Ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya". Katakanlah: "Maka Mengapa Allah menyiksa kamu Karena dosa-dosamu?" (kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia(biasa) diantara orang-orang yang diciptakan-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. dan kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).”
Konsekwensi logis ayat-ayat al-quran di atas adalah sebagai berikut.
1.      Manusia bukan pemilik mitlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah lainnya.
2.      Cara- cara pengembalian manfaat harta mengaruh kepada kemakmuran bersama, pelaksanaannya dapat diatur oleh masarakat oleh masyarakat melalui wali-walinya.
3.      Harata perorangan boleh digunakan untuk umum, dengan syarat pemiliknya memperoleh imbalan yang wajar.
Di samping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi juga diperhatikan, berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut.
1.      Masarakat tidak boleh mengganggu dal melanggar kepentingan pribadi selama tidak merugikan orang lain dan orang lain dan masyarakat.
2.      Karena pemilik manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka pemilik(manfaat) boleh memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya, dan sebagainya.
3.      Pada pokonya, pemilikan manfaat itu kekel, tidak terkait oleh waktu.
Berkenaan dengan harta pula, dalam Al-Quran dijelaskan larangan-larangan yang berkaitan. Dengan aktivitas ekonomi, dalam hal ini meliputi : produksi, distribusi,konsumsi harta, dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan tersebut sebagai berikut.
A.    Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan ahklak manusia, berupa:
1.      Memekan harta sesame manusia denagan cara yang bathil, firman Allah swt
 “Dan janganlah sebagian kamu memakan sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil”(Al-Baqarah:188)
2.      Memakan harta dengan jalan penipuan, Firman Allah swt

Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil(Al-An’am:152).
3.      Dengan jalan melanggar janji dan sumpah,Firman Allah SWT

Kamu menjadikan sumpah(perjanjian)mu sebagai alat penipu diantara kamu.(An-Nahl:92)
4.      Dengan jalan pencuriyan ,Firman Allah swt
Pencuri laki-laki dari perempuan potonglah kedua tangannya (Al-Maidah:38)
b. Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagiab atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga, Firman Allah swt:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung (Al-Imran)
c. Penimbunan harta dengan jalan kikir, firman Allah:
Dan orang-orang yang menyimpan mas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka berilah mereka kabar gembira dengan siksa yang pedih (Al-Taubat:34)
d. Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), firman Allah:
Dan berilah kerabat, orang-orang miskin,dan ibn sabil akan haknya, dan jangalah kamu menghambur-hamburkan hartamu secara boros (Al-Isra:26)
e. Memproduksi, memperdagangkan, dan mengonsumsi barang-barang yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras, kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan. Dalam data 21 tahun yang lalu, di Indonesia lebih dari 5000 orang pecandu narkotika dalam satu tahun menghabiskan uang sekitar Rp 19,6 miliar untuk biaya membeli obat-obatan dan biaya perawatannya. Di antara korban mayoritas remaja sebagai generasi penerus, apalagi tahun-tahun sekarang, kondisi
kondisi penyimpangan dan penyalah gunaan obat-obatan terlarang ini sudah amat menghawatirkan. Sebagai tindakan preventif, memproduksi minuman keras lebih baik dilarang karena korbannyaadalah bangsa sendiri, sesuai dengan prinsip Sad Al-Dzari’agh dalam kaidah ushul fiqih. Disamping itu juga, dilarang melokasikan para pelacur karena pelokalisasaian pelacur itu dapat membrikan kemudahan kepada laki-laki hidung belang yang ingin melakukan perbuatan maksiat tersebut, terlebih lagi bentuk perdagangan wanita. Disamping menjatuhkan martabat kemanusian wanita, pelacuran juga sduah merupakan tindakandiluar batas perikemanusian yang beradab.
Kaidah Ushul menyatakan
“Asal atau pokok dalam masalah transaksi dan muamalah adalah sah, sehingga ada dalil yang membatalkan dan mengah

haramkannya.”
Selain yang dilarang semua kegiatan yang dilakukan dalam memfungsikan harta dalam prinsipnya dibolehkan baik dalam rangka pemenuhan, kebutuhan ndividual maupun dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat.

D. Pembagian Harta
Menurut fuqaha harta dapat ditinjau  dari beberapa segi. Harta terdiri dari beberapa bagian. Tiap-tiap bagian memiliki cirri khusus dan hukumnya tersendiri.
1.      Mal Mutaqawwin dan ghoir mutaqawwin
a.       Harta mutaqawwin adalah
Sesuatu yang boleh diambil  manfaatnya oleh syara’
            Harta yang termasuk mutaqawwin ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh maupun penggunaannya. Misalnya, kerbau halal dmakan oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, misalnya dipukul, maka daging kerbau tidak dapat dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara 
2.      Harta Ghair Mutaqawwin
Ialah harta yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’
Harta yang ghoir mutaqawwin adalah kebalikan dari harta mutaqawwin yaitu yang tidak boleh diambil manfaatnya baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaannya. Misalnya babi termasuk harta ghoir mutaqawwin karena jensinya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghoir mutaqawwin karena cara memperolehnya yang haram. Uang disumbangkan untuk membangun cara pelacuran termasuk harta ghoir mutaqawwin karena penggunaannya. Kadang-kadang harta mutaqawwin diartikan dengan zimah, yaitu mempunyai nilai.
C.    Fungsi Harta
Tiap-tiap masyarakat mempunyai sistem ekonominya sendiri, yang tergambar di dalamnya falsafah, aqidah, sistem nilai dan pandangannya terhadap individu dan masyarakat, terhadap harta dan fungsinya, persepsinya tentang agama dan dunia, kekayaan dan kemiskinan. Sehingga semua itu mempengaruhi produktivitas, kekayaan dan berkaitan dengan cara untuk memperoleh, pendistribusian dan penyimpanannya.
Untuk mengambil suatu pemikiran tentang kaidah-kaidah utama. Di antara sebagai berikut:
  1. Harta dinilai sebagai suatu kebaikan dan kenikmatan jika berada ditangan orang-orang shalih.
  2. Harta adalah milik Allah, sedangkan manusia hanyalah dipinjami dengan harta itu.
  3. Dakwah untuk menumbuhkan etos kerja yang baik adalah merupakan ibadah dan jihad.
  4. Haramnya cara kerja yang kotor.
  5. Diakuinya hak milik pribadi dan perlindungan terhadapnya.
  6. Dilarang bagi seseorang untuk menguasai benda-benda yang sangat diperlukan oleh masyarakat.
  7. Dilarangnya pemilikan harta yang membahayakan orang lain.
  8. Pengembangan harta tidak boleh membahayakan akhlaq dan mengorbankan kepentingan umum.
  9. Mewujudkan kemandirian (eksistensi) ummat.
  10.  Adil dalam berinfaq.
  11.  Wajibnya takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat.
  12.   Memperdekat jarak perbedaan antar strata (tingkat) sosial di tengah masyarakat.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar