Jumat, 03 Juni 2011

Meng-Qashar Salat ketika Bepergian


Meng-Qashar Salat ketika Bepergian
Para ulama sepakat bahwa seorang musafir (bepergian) dibolehkan untuk meng-qashar (meringkas) salat-salat yang empat raka’at menjadi dua raka’at. Namun mereka berbeda pendapat tentang hukum qasar salat tersebut.
Mazhab Hanafi misalnya berpendapat, meringkas salat bagi orang yang musafir itu hukumnya wajib. Apabila seseorang salat yang empat rakaat lalu dia tidak meng-qasarnya maka salatnya dianggap batal. Dikuatkan oleh Hadawiyah (pengikut fikih Hadawi) bahwa dua rakaat terakhir statusnya nafilah (tidak ditekankan) . Khathabi berkata dalam Ma’alim Sunan bahwa (Kebanyakan dari para ulama salaf, ahli fiqh Mesir berpendapat bahwa qashar salat bagi musafir hukumnya wajib) dan itu pendapat Ali, Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abas begitu juga Umar ibn Abdul Aziz, Qotadah, dan Hasan.
Sedangkan para imam tiga berpendapat bahwa hukum qashar itu tidaklah wajib ‘ain tetapi merupakan keringanan (rukhsah). Si mukalaf (orang yang terkena kewajiban) diperbolehkan untuk memilih menyempurnakan salat seperti biasa atau mengambil keringanan untuk meng-qashar salatnya, meskipun terdapat perbedaan mengenai hukum rukhsahnya.
Malikiyah berpendapat bahwa meng-qashar salat hukumnya sunah muakkadah dan meninggalkannya secara disengaja mengharuskan si mukalaf mengulanginya dan melakukan sujud sahwi.
Sedangkan Hanabilah berpendapat bahwa itu merupakan suatu keutamaan dan bukan sesuatu hal yang makruh jika tidak di kerjakan. Pendapat ini juga tekenal seperti mazhab syafii namun jika perjalanannya memakan waktu tiga hari , dan jika kurang dari itu penyempurnaan empat rakaat lebih utama, dan mereka berpendapat bahwa hal itu keluar  dari perselisihan Abu Hanifah dan pengikutnya.
Dan adapun ilat tentang keutamaan penyempurnaan empat rakaat menurut syafii, jika perjalanannya kurang dari tiga hari dan ini keluar dari perselisihan keutamaan rukhsah yang menjadi dasar dari mazhab hanabilah, dan kita akan melanjutkan  hal ini mengenai asal penggunaan dalil ini, Insya Allah.
Dalil-dalilnya
Para Imam madzhab yang tiga berpendapat bahwa meringkas (qashar) salat bukan merupakan wajib ‘ain, dalilnya dari al-Qur`an, Hadits dan Qiyas.
Al-Qur`an
Sebagaimana firman Allah Ta’ala “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah menjadi dosa bagi kamu untuk meng-qashar  salat, jika kamu takut diserang orang-orang kafir ..... “. Intisari dari ayat tersebut, bahwasanya Allah Swt. tidak menghukumi dosa bagi mereka yang meng-qashar salat ketika bepergian. Imam Syafi’i berkata : “ Ketika tidak melakukan hal itu tidak menjadi dosa karena sifatnya mubah (boleh)”. Hal itu senada dengan firman Allah, (Tidak menjadi dosa atasmu untuk mencari kelebihan dari Tuhan-Mu), (Tidak berdosa atasmu untuk men-thalaq istrimu), (Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu), (Tidak ada dosa bagi kamu untuk memakan semuanya).
Adapaun firman Allah “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya”. Tujuan dari ayat itu (baca:kata junaah) adalah untuk menghilangkan kesulitan suatu kaum dengan sa’i dari kebiasaan menjadikan tempat itu sebagai penyembahan berhala, bukan menjelaskan hukum sa’i yang telah ada pada dalil yang lain.
Hadits
Pertama, diriwayatkan dari Ya’la bin Umayyah, dia berkata: “Aku bertanya kepada Umar bin Khatab tentang ayat (maka tidak ada dosa bagi kamu untuk meng-qashar salat, jika kamu takut diserang) sedangkan sekarang sudah aman.” Umar menjawab: “Aku penasaran kemudian bertanya kepada Rasulullah saw tentang hal itu, maka Rasul berkata “itu merupakan shadaqah, yang mana Allah telah memberikannya kepadamu maka terimalah pemberian-Nya itu.” Diriwayatkan oleh al-Jama’ah kecuali Bukhari. Dan yang dimaksud qashar sebagai shadaqah itu menunjukkan tentang kedudukan rukhsah.
Kedua, dalam shahih Muslim dan yang lainnya. Ketika para sahabat bepergian bersama Rasulullah saw diantara mereka ada yang melakukan qashar ada yang salat sempurna, dan ada yang shaum juga ada yang berbuka. Sebagian dari mereka tidak mencela atas sebahagian yang lain.
Tiga, diriwayatkan dari ‘Aisyah ra, dia berkata: “Aku pergi bersama Rasulullah saw untuk melaksanakan ‘umrah pada bulan Ramadhan. Kemudian beliau berbuka tetapi aku berpuasa, beliau meng-qashar salat tetapi aku tidak. Lalu aku berkata kepada ayah dan ibuku terkadang aku berbuka, terkadang juga shaum, kadang aku meng-qashar salat, kadang juga aku menyempurnakannya. Maka Abu Bakar memujinya: “Bagus wahai anakku.” Diriwayatkan oleh Imam ad-Daruqutni dan menurutnya sanad hadits ini adalah hasan.
Keempat, masih diriwayatkan oleh ‘Aisyah. Sesungguhnya Nabi saw ketika bepergian terkadang meng-qashar salat dan terkadang berbuka puasa. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam ad-Daruqutni. Ia menilai hadits ini adalah hadits yang shahih.
Kelima, diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Yazid. Ia berkata: “Aku salat bersama Utsman di Mina empat raka’at. Maka hal ini diceritakan kepada Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menanggapi: “Aku salat bersama Rasulullah saw di Mina itu dua raka’at. Aku juga pernah salat bersama abu Bakar dan Umar di Mina sebanyak dua raka’at juga. Maka inilah pengalamanku ketika salat yang empat raka’at itu menjadi dua raka’at yang sama nilainya.
Para ulama menyimpulkan, walaupun qashar itu nampak seperti sesuatu hal yang ditekankan, namun kami belum sepakat  untuk selalu meng-qashar salat.
Qiyas
Qiyas dalam masalah ini ditinjau dari dua sisi. Pertama, para ulama telah ber-ijma’ (bersepakat) atas bolehnya menyamakan orang yang berpergian dengan orang yang bermukim walaupun terkadang menyempurnakan shalt itu adalah suatu kemestian. Kendati meng-qashar salat itu keharusan namun tetap tidak mengubah perbedaannya dengan orang yang bermukim. Semisal kewajiban salat shubuh itu dua raka’at, namun tidak merubah
Kedua, meng-qashar salat itu adalah dispensasi yang diperbolehkan bagi orang yang bepergian. Seperti halnya boleh berbuka (puasa Ramadhan) atau rukhsah-rukhsah lainnya dalam ibadah. Akan tetapi tidak melakukan qashar itu adalah sesuatu yang dibolehkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Maka, semestinyalah posisi qashar itu diantara dua pilihan itu.
           
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar