Jumat, 03 Juni 2011

Pengertian Jarimah Pencurian


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian
Pencurian menurut Muhamad Syaltut adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut. Menurut beliau selanjutnya, definisi tersebut secara jelas mengeluarkan perbuatan menggelapkan harta orang lain yang dipercayakan kepadanya (ikhtilas) dari kategori pencurian. Oleh karena itu, penggelapan harta orang lain tidak dianggap sebagai jarimah pencurian dan tentu tidak dihukum dengan hukuman potong tangan, namun dalam bentuk hukuman lain. Di samping itu, definisi di atas mengeluarkan pengambilan harta orang lain dengan terang-terangan dan kategori pencurian, seperti pencopetan yang mengambil barang secara terang-terangan dan membawanya lari. Begitulah kesepakatan fuqaha.
H.A. Djazuli membedakan antara pencurian dengan penggelapan sebagai berikut:
Pertama, dilihat dari segi hukuman. Pencurian dikenai hukuman had potong tangan, sedangkan penggelapan dikenai hukuman ta’zir dan hal ini tentu menjadi wewenang hakim dalam penjatuhan hukuman tersebut.
Kedua, dilihat dengan dari segi pelaksanaan pengambilan harta tersebut. Pada pencurian, pengambilan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dan tanpa sepengetahuan pemiliknya. Sedangkan pada kasus penggelapan dilakukan dengan terang-terangan. Dalam hal ini si pemilik mengira harta tersebut masih ada dan dijaga oleh orang yang dipercayainya. Oleh karena itu, kalau penjaganya, mengambilnya, dianggap telah berbuat terang-terangan.
Ketiga, dilihat dari segi objek harta tersebut. Dalam pencurian, harta yang diambil tersimpan pada tempat tertentu yang memeng sengaja disimpan pemiliknya. Sedangkan penggelapan, penyimpanan harta tersebut tidak diketahui pemiliknya dan hanya diketahui oleh yang dipercayai, sedangkan pemilik hanya mengetahui bahwa harta itu ada. Oleh karena itu, persyaratan tempat pada kasus penggelapan tidak disyaratkan.
Keempat, dilihat dari ukuran harta. Pada pencurian dikenal ukuran-ukuran tertentu yang mengakibatkan jatuhnya hukuman had atau yang dikenal dengan teram nishab. Adapun  pada kasus penggelapan dikenal ukuran-ukuran tertentu sejauh mana penggelapan tersebut harus dikenal hukuman.
a.      Unsur – unsure Pensurian
Adapun unsur-unsur pencurian mengacu pada definisi pencurian itu sendiri. Dari definisi tersebut, dapat kita rinci unsur-unsur sebagai berikut:
Pertama, pengambilan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, seperti telah disinggung, tidak termasuk jarimah pencurian kalau hal itu dilakukan dengan sepengetahuan pemilikny.
Kedua, yang dicuri itu harus berupa harta kongkret sehingga barang yang dicuri adalah barang yang bergerak, dipindah-pindahkan, tersimpan oleh pemiliknya pada penyimpanan yang layak dan dianggap sebagai sesuatu yang berharga. Tentu ada batasan (kadar) yang menyebabkan jatuhnya  had.
Ketiga, harta yang dicuri adalah sesuatu yang berharga, setidaknya menurut versi pemiliknya. Inilah yang menjadi dasar pertimbangan bukan atas pandangan si pencuri. Karena menganggap berharga, pemilik barang menyimpang ditempat tertentu, yang aman menurut anggapannya. Oleh karena itu, mengambil atau memindahkan barang atau harta yang tidak mempunyai tempat penyimpanan tertentu menjadi alasan kesubhatan bagi jarimah ini, seperti mengambil barang yang ditemukan ditengah jalan,.
Keempat, harta diambil (dicuri) pada waktu pemindahan adalah harta orang lain secara murni dan orang yang mengambilnya tidak mempunyai hak pemilikan sedikit pun terhadap harta tersebut. Umpamanya, harta kelompok atau harta bersama orang yang mencurinya mempunyai hak atau bagian dari harta tersebut. Oleh karena itu, kalau dia mengambil sebagian- walaupun dinilai melewati nishab- tidak dianggap sebagai jarimah pencurian sebab hak dia yang melekat pada barang yang diambil menjadikan kesyubhatan. Namun, hal ini pun bukan berarti dia tidak dihukum sekalipun tidak dikenai hukuman had potong tangan. Dimaksud dengan orang lain, juga apabila harta itu milik anaknya atau milik bapaknya.
Kelima, seperti pada jarimah-jarimah lain, terdapatnya unsur kesengajaan untuk memiliki barang tersebut atau ada itikad jahat pelakunya. Oleh karena itu, seandainya barang atau harta itu terbawa tanpa disengaja, sekalipun dalam jumlah besar dan mencapai nishb, tidak dianggap sebagai jarimah pencurian, paling-paling dianggap sebagai kelalaian dan hukumannya hanya peringatan sebagai kehati-hatian.
Adapun dalam KUHP dikatakan bahwasanya unsure-unsur dalam pencurian itu diantaranya :Ini adalah “pencurian biasa” Elemen2nya sebagai berikut:
a.       Perbuatan ,,,mengambil’’,,
b.      Yang diambil harus ,,sesuatu barang’’,
c.       Barang itu harus ,,seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain’’,
d.      Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk ,,memiliki’’ barang itu dengan ,,melawan hukum’’ (melawan hak)
Mengambil’’ = mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekeuasaannya, apabila waktu memilikinya itu barangnya sudah
b.      Sanksi Hukuman
Hukuman mencuri dikenakan pada kejahatan pencurian, apabila perbuatan tersebut dilakukan menurut syarat-syarat yang telah disebutkan diatas, yaitu syarat-syarat yang terdapat pada diri si pencuri, barang yang dicuri dan perbuatan mencuri itu sendiri, maka fuqaha telah sependapat bahwa hukuman yang telah dikenakan padanya adalah potong tangan, karena perbuatan tersebut merupakan tindakan kejahatan. Dalam hubungan ini Allah berfirman dalam Al-qura’an surat Al-Maid’ah. ayat 38:
“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Ma’idah :38).
Ayat iti bahwa mengisyaratkan bahwa hukum potong tangan tidak dapat diganti dengan hukuman lain yang lebih ringan, begitu pula hukuman tersebut tidak boleh ditunda. Dipihak lain fukaha berselisih pendapat tentang penggabungan dalam penggantian harta dengan hukuman potong tangan.
Dalam KUHP hukuman bagi orang yang melakukan pencurian dilihat dari segi ukuran barang yang dicurinya dan dengan hukuman maksimal yaitu pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 9000,-, (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486).
c.       Kadar dan Batasan Pencurian
Mengenai hukuman yang menyebabkan dijatuhkannya hukum potong, terjadi perbedaan diantara ulama. Hal tersebut disebabkan keumuman ayat 83 surat Al-Ma’idah. Diantara ulama, ada yang meniadakan nishab pencurian,artinya sedikit apalagi banyak, sama-sama dihukum potong tangan. Adapun jumhur fuqaha mensyaratkan adanya nishb (bantas tertentu) sehingga seorang pencuri dapat dikenai hukuman potong tangan. Namun, ini pun terdapat perbedaan tentang batasan atau nishab tersebut Imam Syafi’I dan Maliki mengatakan seperempat dinar, sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan sepuluh dirham atau satu dinar, bersabda Nabi Muhamad:
“Tidaklah dipotong tangan pencuri, kecuali pada satu dinar atau sepuluh dirham.”
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Di samping itu, ada yang mengatakan (seperti Ibnu Rusyid) batasan tersebut adalah empat dinar, seperti hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim, melalui perawi Aisyah:
“Janganlah dipotong tangan pencuri, kecuali pada empat dianar atau lebih.” (H.R.Bukhari dan Muslim).
B.     Pencurian Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 362 : Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 900,-, (K.U.H.P. 35, 364, 366, 486).
Adapun unsur-unsur dalam pasal tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Ini adalah “pencurian biasa” Elemen2nya sebagai berikut:
e.       Perbuatan ,,,mengambil’’,,
f.       Yang diambil harus ,,sesuatu barang’’,
g.      Barang itu harus ,,seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain’’,
h.      Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk ,,memiliki’’ barang itu dengan ,,melawan hukum’’ (melawan hak)
2.      ,,mengambil’’ = mengambil untuk dikuasainya, maksudnya waktu pencuri mengambil barang itu, barang tersebut belum ada dalam kekeuasaannya, apabila waktu memilikinya itu barangnya sudah
C.    Perbandingan Antara Hukum Pidana Islam dan KUHP
Dalam Hukum Pidana Islam dikatakan bahwayang menjadi perbandingannya adalah dalam unsur-unsur pencurian tersebut dan hukuman yang di berikan bagi orang yang melakukan pencurian. Adapun perbedaannya jaga sangat sepasipik yaitu dalam segi bentuk dan juga Hukum pidana islam melihat dulu syarat-syarat yang menjadi permasalahaan dalam pencurian tersebut dan adapun menurut KUHP dikatakan bahwasanya pencurian itu sangat menitik beratka pada unsure-unsur tertentu yang dilihat dari segi pencurian itu atau dikatakan pada ukuran jenis barang yang dicurinya kemudian dalam KUHP dikatakan bahwa apabila pengambilan (pencurian) itu sudah dikatakan selesi apabila barang tersebut sudah pindah tempat, bila orang baru memegang barang itu, dan belum berpindah tempat, maka orang tersebut dikatakan mencuri, akan tetapi ia mencoba mencuri.

1 komentar: